Jumat, 19 April 2013

MAKALAH PROFESI KEPENDIDIKAN "MENJADI GURU YANG IDEAL"


BAB I
PENDAHULUAN
Pembahasan mengenai guru selalu menarik, karena ia adalah kunci pendidikan. Artinya, jika guru sukses, maka kemungkinan besar murid-muridnya akan sukses. Guru adalah figur inspirator dan
motivator murid dalam mengukir masa depannya. Jika guru mampu menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi anak didiknya, maka hal itu akan menjadi kekuatan anak didik dalam  mengejar cita-cita besarnya di masa depan. Ingat kisah sukses Imam Syafi’i? Kesuksesan beliau tidak bisa dilepaskan dari peran guru-gurunya, khususnya Imam Malik. Begitu juga dengan kisah sukses KH. Moh. Hasyim Asy’ari yang tidak lepas dari peran guru-gurunya, khususnya Syekh Kholil , Bangkalan, Madura.
Peran guru sangat vital bagi pembentukan kepribadian, cita-cita, dan visi misi yang menjadi impian hidup anak didiknya di masa depan. Di balik kesuksesan murid, selalu ada guru yang memberikan inspirasi dan motivasi besar pada dirinya sebagai sumber stamina dan energi untuk selalu belajar dan bergerak mengejar ketertinggalan, menggapai kemajuan, menorehkan prestasi spektakuler dan prestisius dalam panggung sejarah kehidupan manusia.
Di sinilah urgensi melahirkan guru-guru berkualitas, guru-guru yang ideal dan inovatif yang mampu membangkitkan semangat besar dalam diri anak didik untuk menjadi aktor perubahan peradaban dunia di era global ini.
Kalau guru-guru – yang berinteraksi langsung dengan murid – kurang profesional, kreatif, dan produktif, maka anak didik akan lahir sebagai kader penerus bangsa yang malas, suka mengeluh, dan pesimis dalam menghadapi masa depan. Tidak ada etos dan spirit perjuangan yang membara dalam dadanya. Ia lebih suka menikmati hidup yang hedonis dan konsumtif dari pada capek-capek belajar dan mengejar cita-cita mulia yang melelahkan dan membutuhkan perjalanan panjang yang berliku.
Jika demikian, masa depan bangsa ini akan semacam terancam. Bangsa ini akan menjadi bangsa kuli di negeri sendiri. Menjadi bangsa yang tidak menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki skills enterpreneurship rendah, jiwa kemandirian dan semangat berkompetisi yang tidak terbangun. Kekayaan sumber daya alam semakin dieksploitasi bangsa asing dengan kompensasi yang sangat rendah. Kemiskinan, pengangguran, dan ketidakadilan terjadi di mana-mana. Perlahan, bangsa ini akan semakin mundur dan terbelakang.
Jika bangsa ini terus terjerembab dengan problem internalnya, terus bertikai dengan kawan sendiri demi meraih kekuasaan, sedangkan kualitas pendidikan, khususnya para guru tidak ditingkatkan dengan profesional, maka bangsa ini semakin tertinggal dengan negara-negara yang dahulunya jauh di bawah kita.
Dalam konteks ini, munculnya guru-guru yang berkualitas menjadi kebutuhan pokok yang tidak bisa ditunda-tunda lagi untuk mengubah masa depan bangsa ke arah kemajuan pesat di segala aspek kehidupan. Gurulah yang diharapkan seluruh elemen bangsa ini untuk mengubah nasib bangsa besar ini menjadi bangsa yang disegani bangsa-bangsa lain di dunia, karena prestasi besarnya. Lalu, siapa yang pantas disebut guru yang berkualitas ini?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Siapa yang Pantas Disebut Guru
  • Kriteria Guru
Menurut Husnul Chotimah (2008), guru, dalam pengertian sederhana adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik. Sementara, masyarakat memandang guru sebagai orang yang melaksanakan pendidikan di sekolah, masjid, mushala, atau tempat-tempat lain. Semua pihak sependapat bila guru memegang peranan amat penting dalam mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan.
Perkembangan pesat teknologi informasi saat ini, kiranya menumbuhkan tantangan tersendiri bagi guru. Mengingat guru sudah bukan lagi satu-satunya sumber informasi hingga muncul pendapat bahwa pendidikan bisa berlangsung tanpa guru. Hal ini benar jika pendidikan diartikan sebagai proses memperoleh pengetahuan. Namun, perlu diingat, pendidikan juga media pendewasaan, maka prosesnya tidak dapat berlangsung tanpa guru.
Menurut Prof. Herawati Susilo Msc Ph.D, pakar pendidikan Universitas Negeri Malang, ada enam kriteria guru masa depan (ideal), yaitu belajar sepanjang hayat, literate sains dan teknologi, menguasai bahasa Inggris dengan baik, terampil melaksanakan penelitian tindakan kelas, rajin menghasilkan karya tulis ilmiah, dan mampu mendidik peserta didik berdasarkan filosofi konstruktivisme dengan pendekatan kontekstual.
Berdasarkan penjelasan di atas, menurut Husnul Chotimah (2008), ada beberapa kriteria guru ideal yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia di abad 21 ini. Pertama, dapat membagi waktu dengan baik. Dapat membagi waktu antara tugas utama sebagai guru dan tugas dalam keluarga, serta dalam masyarakat. Kedua, rajin membaca. Ketiga, banyak menulis. Keempat, gemar melakukan penelitian. Keempat kriteria tersebut merupakan hal yang diperlukan seorang guru untuk menjadi guru ideal.
Dari beberapa pengertian di atas, guru ideal dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, guru yang memahami benar profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridha dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S (salam, sapa, sopan, senyum, dan sabar) dalam kesehariannya.
Kedua, guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman mengatakan, barang siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya ilmu. Namun, bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca, otaknya ibarat mesin pencari “Google” di internet. Bila ada peserta didiknya yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para anak didiknya dengan cepat dan benar. Wawasan guru yang rajin membaca akan terlihat dari cara bicara dan menyampaikan pelajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca adalah dua sisi mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari bacaannya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.
Ketiga, guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat mengatakan bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru, waktu lebih dari uang dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja, termasuk pemiliknya. Guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, tidak akan menorehkan banyak prestasi dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu, guru harus sensitif terhadap waktu. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan kita sebagai manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktunya.
Keempat, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Dia akan merasa sudah cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun, gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya pun dari tahun ke tahun sama, hanya sekadar copy and paste. RPP tinggal menyalin dari kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi tidak kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan.
Guru yang kreatif adalah guru yang selalu bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia sudah menjadi guru yang baik? Apakah dia sudah mendidik dengan benar? Apakah anak didiknya mengerti pelajaran yang dia sampaikan? Dia selalu introspeksi dan memperbaiki diri. Dia selalu merasa kurang dalam proses pembelajarannya. Dia tidak pernah puas dengan apa yang dia lakukan. Selalu ada inovasi baru yang dia ciptakan dalam proses pembelajarannya melalui Penelitian |Tindakan Kelas (PTK). Dia selalu belajar sesuatu yang baru, dan merasa tertarik untuk membenahi cara mengajarnya.
Terakhir, guru yang ideal adalah guru yang memiliki lima kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan perilakunya sehari-hari, baik ketika mengajar maupun saat hidup di tengah-tengah masyarakat. Kelima kecerdasan itu adalah kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kecerdasan motorik. Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, mengapa? Sebab, kecerdasan intelektual yang tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses. Segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita, sehingga kasus korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu, kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual, sehingga ia mampu berlaku jujur dalam situasi apa pun. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.
Selain itu, kecerdasan sosial juga harus dimiliki oleh guru ideal agar tidak egois. Dia harus mampu bekerja sama dengan karakter orang lain yang berbeda-beda. Kecerdasan emosional juga harus ditumbuhkan agar guru tidak gampang marah , tersinggung, dan mudah melecehkan orang lain. Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilisasi yang tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal.
  • Syarat Guru
Menurut Desi Reminsa (2008), ada beberapa syarat untuk menjadi guru ideal, antara lain memiliki kemampuan intelektual yang memadai, kemampuan memahami visi dan misi pendidikan, keahlian mentransfer ilmu pengetahuan atau metodologi pembelajaran, memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan, kemampuan mengorganisasi dan mencari problem solving (pemecahan masalah), kreatif dan memiliki seni dalam mendidik.
Dalam perspektif agama, syarat menjadi guru yang ideal sebagaimana disampaikan KH. Moh. Hasyim Asy’ari, ada 20 (dua puluh) macam.
Pertama, selalu istiqamah dalam muraqabah kepada Allah SWT. Muraqabah adalah melihat Allah SWT dengan mata hati dan menghubungkannya dengan perbuatan yang dilakukan selama ini, kemudian mengambil hikmah atau jalan yang terbaik bagi dirinya dengan merasakan adanya pemantauan Allah SWT terhadap dirinya. Salah satu ciri muraqabah, menurut Dzunnun al-Misry adalah mengagungkan apa yang diagungkan oleh Tuhan dan merendahkan apa yang direndahkan oleh Tuhan. Muraqabah merupakan salah satu dari sekian banyak tingkatan dan langkah dalam tasawuf, selain khauf, raja’, tawadhu’, khusyuk, zuhud, dan sebagainya.
Kedua, senantiasa berlaku khauf (takut kepada Allah) dalam segala ucapan dan tindakan. Sebab, guru adalah orang yang dipercaya untuk menjaga amanat, baik itu berupa ilmu, hikmah, dan perasaan takut kepada Allah. Sedangkan kebalikan dari hal tersebut disebut khianat.
Ketiga, senantiasa bersikap tenang.
Keempat, senantiasa bersifat wara’. Menurut Ibrahim bin Adham, wara’ adalah meninggalkan perkara syubhat dan perkara yang tidak bermanfaat.
Kelima, selalu bersikap tawadhuk. Syekh Junaidi menyatakan bahwa tawadhuk adalah merendahkan diri dan melembutkan diri terhadap makhluk, atau patuh kepada kebenaran dan tidak berpaling dari hikmah, hukum, dan kebijaksanaan.
Keenam, selalu bersikap khusyuk kepada Allah SWT. Sebagian ulama’ salaf menyatakan, kewajiban orang-orang yang berilmu adalah selalu merendahkan diri kepada Allah SWT, baik di tempat sunyi maupun ramai, menjaga dan menghentikan segala sesuatu yang menyulitkan dirinya sendiri.
Ketujuh, menjadikan Allah SWT sebagai tempat meminta pertolongan dalam segala keadaan.
Kedelapan, tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga mencapai keuntungan duniawi, baik jabatan, harta, popularitas, atau agar lebih maju di banding temannya yang lain.
Kesembilan, tidak diskriminatif terhadap murid.
Kesepuluh, bersikap zuhud dalam urusan dunia sebatas apa yang ia butuhkan, yang tidak membahayakan dirinya sendiri, keluarga, bersikap sederhana, dan bersifat qana’ah.
Kesebelas, menjauhkan diri dari tempat-tempat yang rendah dan hina menurut manusia, juga hal-hal yang dibenci oleh syari’at maupun adat setempat misalnya.
Kedua belas, menjauhkan diri dari tempat-tempat kotor dan maksiat walaupun jauh dari keramaian. Jangan melakukan sesuatu yang bisa mengurangi sifat muru’ah (menjaga diri dari perbuatan yang tidak terpuji).
Ketiga belas, selalu menjaga syiar-syiar Islam dan zhahir-zhahir hukum, seperti shalat berjama’ah di masjid, menyebarkan salam, amar ma’ruf nahyi munkar, serta senantiasa sabar terhadap musibah yang menimpanya.
Keempat belas, menegakkan sunnah-sunnah dan menghapus segala hal yang mengandung unsur bid’ah, menegakkan segala hal yang mengandung kemaslahatan bagi kaum muslimin dengan jalan yang dibenarkan syariat, dengan cara yang baik dan lembut, baik menurut adat istiadat maupun watak.
Kelima belas, membiasakan diri melakukan sunnah yang bersifat syariat, baik qauliyah atau fi’liyah, seperti membiasakan diri membaca ayat-ayat Al-Qur’an baik di hati atau di lisan, berdo’a dan berdzikir baik siang ataupun malam, melakukan shalat, puasa, berhaji apabila sudah mampu, membaca shalawat kepada Nabi SAW, mencintai, mengagungkan, dan memuliakannya.
Keenam belas, bergaul dengan akhlaq yang baik, seperti menampakkan wajah berseri, banyak mengucapkan dan menyebarluaskan salam, memberikan makanan, menekan rasa amarah dalam jiwa, tidak menyakiti orang lain, selalu mensyukuri segala kenikmatan yang di berikan Allah SWT, dan lain-lain.
Ketujuh belas, membersihkan hati dan tindakan dari akhlak yang jelek dan dilanjutkan dengan perbuatan yang baik. Termasuk akhlak yang jelek adalah berprasangka jelek kepada orang lain, iri, dengki, marah bukan karena Allah, menipu, sombong, riya’, ujub (bangga diri), pamer, bakhil angkuh, tamak, dan lain sebagainya.
Kedelapan belas, senantiasa bersemangat untuk mengembangkan ilmu dan bersungguh-sungguh dalam setiap aktivitas ibadah, seperti membaca, menelaah, menghafal, sehingga tidak ada waktu yang terbuang kecuali untuk mencari ilmu dan mengamalkan ilmu.
Kesembilan belas, tidak boleh membeda-bedakan status, nasab, dan usia dalam mengambil hikmah dari semua orang. Bahkan, seorang guru harus selalu mencari faedah di mana pun ia berada.
Kedua puluh, membiasakan diri untuk menyusun dan merangkum pengetahuan. Karena, hal itu akan memperdalam keilmuan dan juga memperbanyak pembahasan dan rujukan.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, syarat menjadi seorang guru ideal harus mempunyai landasan keagamaan yang kokoh dan disiplin, memahami visi misi pendidikan secara holistik dan integral, mempunyai kemampuan intelektual yang memadai, menguasai teknik pembelajaran yang kreatif.
  • Fungsi dan Tugas Guru
Selain sebagai aktor utama kesuksesan pendidikan yang dicanangkan, ada beberapa fungsi dan tugas lain seorang guru, antara lain :
1. Educator (pendidik)
Tugas pertama guru adalah mendidik murid-murid sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan kepadanya. Sebagai seorang educator, ilmu adalah syarat utama. Membaca, menulis, berdiskusi, mengikuti informasi, dan responsif terhadap masalah kekinian sangat menunjang peningkatan kualitas ilmu guru.
2. Leader (pemimpin)
Guru juga seorang pemimpin kelas. Karena itu, ia harus bisa menguasai, mengendalikan, dan mengarahkan kelas menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang berkualitas. Sebagai seorang pemimpin, guru harus terbuka, demokratis, egaliter, dan menghindari cara-cara kekerasan.
3. Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk menemukan dan mengembangkan bakatnya secara pesat. Menemukan bakat anak didik bukan persoalan mudah, ia membutuhkan eksperimental maksimal, latihan terus menerus, dan evaluasi rutin.
Terdapat sembilan resep yang harus diperhatikan dan diamalkan seorang guru, agar pembelajaran berhasil membedakan kapasitas intelektual anak didik.
  1. Kurangi metode ceramah.
  2. Berikan tugas yang berbeda bagi setiap peserta didik.
  3. Kelompokkan peserta didik berdasarkan kemampuannya.
  4. Perkaya bahan dari berbagai sumber aktual dan menarik.
  5. Hubungi spesialis bila ada peserta didik yang mempunyai kelainan.
  6. Gunakan prosedur yang bervariasi dalam penilaian.
  7. Pahami perkembangan peserta didik.
  8. Kembangkan situasi belajar yang memungkinkan setiap peserta didik bekerja dengan kemampuan masing-masing pada tiap pembelajaran.
  9. Libatkan peserta didik dalam berbagai kegiatan seoptimal mungkin.
4. Motivator
Sebagai seorang motivator, seorang guru harus mampu membangkitkan semangat dan mengubur kelemahan anak didik bagaimanapun latar belakang hidup keluarganya, bagaimanapun kelam masa lalunya, dan bagaimanapun berat tantangannya. Di bawah ini, akan diuraikan beberapa prinsip dan motivasi belajar supaya mendapat perhatian dari pihak perencanaan pengajaran, khususnya dalam rangka merencanakan kegiatan belajar mengajar.
a. Kebermaknaan
Siswa akan suka dan termotivasi belajar apabila hal-hal yang dipelajari mengandung makna tertentu baginya. Agar suatu pelajaran bisa bermakna, seorang guru bisa mengaitkan pelajarannya dengan pengalaman masa lampau siswa, tujuan-tujuan masa mendatang, minat serta nilai-nilai yang berarti bagi mereka.
b. Modelling
Siswa akan suka memperoleh tingkah laku baru bila disaksikan dan ditirunya. Pelajaran akan lebih mudah dihayati dan diterapkan oleh siswa jika guru mengajarkannya dalam bentuk tingkah laku model, bukan hanya dengan menceritakannya secara lisan. Dengan model tingkah laku itu, siswa dapat mengamati dan menirukan apa yang diinginkan oleh guru.
c. Komunikasi Terbuka
Siswa lebih suka belajar bila penyajian terstruktur, supaya pesan-pesan guru terbuka terhadap pengawasan siswa.
d. Prasyarat
Apa yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya mungkin merupakan faktor penting yang menentukan berhasil atau gagalnya siswa belajar. Kesempatan belajar bagi siswa yang telah memiliki informasi dan keterampilan yang mendasari perilaku yang baru akan lebih besar. Karena itu, guru hendaknya berusaha mengetahui/mengenali prasyarat-prasyarat yang telah mereka miliki.
e. Novelty
Siswa lebih senang belajar bila perhatiannya ditarik oleh penyajian-penyajian yang baru (novelty) atau masih asing.
f. Latihan/Praktik yang Aktif dan Bermanfaat
Siswa lebih senang belajar jika mengambil bagian yang aktif dalam latihan/praktik untuk mencapai tujuan pengajaran. Praktik secara aktif berarti siswa mengerjakan sendiri, bukan mendengarkan ceramah dan mencatat pada buku tulis.
g. Latihan Terbagi
Siswa lebih senang belajar jika latihan dibagi-bagi menjadi sejumlah kurun waktu yang pendek. Latihan-latihan secara demikian akan lebih meningkatkan motivasi siswa belajar dibandingkan dengan latihan yang dilakukan sekaligus dalam jangka waktu yang panjang.
h. Kurangi secara Sistematik Paksaan Belajar
Pada waktu mulai belajar, siswa perlu diberikan paksaan atau pemompaan. Akan tetapi, bagi siswa yang sudah mulai menguasai pelajaran, ada baiknya jika pemompaan itu secara sistematik dikurangi, dan akhirnya lambat laun siswa dapat belajar sendiri.
i. Kondisi yang Menyenangkan
Siswa lebih senang melanjutkan belajarnya jika kondisi pengajaran menyenangkan. Untuk menciptakan kondisi yang menyenangkan, seorang guru dapat melakukan cara-cara berikut.
  • Siapkan tugas-tugas yang menantang selama diselenggarakan latihan.
  • Berilah siswa pengetahuan tentang hasil-hasil yang telah dicapai oleh masing-masing siswa.
  • Berikan ganjaran yang pantas terhadap usaha-usaha yang dilakukan oleh siswa.


5. Administrator
Sebagai seorang guru, tugas administrasi sudah melekat dalam dirinya, dari mulai melamar menjadi guru, kemudian diterima dengan bukti surat keputusan yayasan, surat instruksi kepala sekolah, dan lain-lain. Urusan yang ada di lingkup pendidikan formal biasanya memakai prosedur administrasi yang rapi dan tertib.
6. Evaluator
Sebaik apa pun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahan yamg perlu dibenahi dan disempurnakan. Di sinilah pentingnya evaluasi seorang guru. Dalam evaluasi ini, guru bisa memakai banyak cara, dengan merenungkan sendiri proses pembelajaran yang diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan, atau dengan cara yang lebih objektif, meminta pendapat orang lain, misalnya kepala sekolah, guru yang lain, dan murid-muridnya.
7. Tanggung Jawab Guru
Dalam melakukan fungsi dan tugas mulianya di atas, seorang guru harus melandasinya dengan tanggung jawab yang besar dalam dirinya, tanggung jawab yang tidak didasari oleh kebutuhan finansial belaka, tapi tanggung jawab peradaban yang besar bagi kemajuan negeri tercinta, Indonesia. Ia juga harus sadar bahwa kesuksesannya menjadi harga mati bagi lahirnya kader-kader bangsa yang berkualitas. Oleh karena itu, ia all out harus menekuni profesinya dengan penuh kesungguhan dan kerja keras. (Jamal Ma’mur Asmani, 2011 : 17-55)
B. Peranan Guru Di sekolah dan Dalam Masyarakat
  • Kedudukan dan Peranan Guru
Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat. Apa yang dituntut dari guru dalam aspek etis, intelektual dan sosial lebih tinggi daripada yang dituntut dari orang dewasa lainnya. Guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi teladan, di dalam maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24 jam sehari.
Penyimpangan dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sorotan dan kecaman yang lebih tajam. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti berjudi, mabuk, pelanggaran seks, korupsi atau mengebut, namun kalau guru melakukannya maka dianggap sangat serius. Guru yang berbuat demikian akan dapat merusak murid-murid yang dipercayakan kepadanya.
Sebaliknya harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru. Guru-guru memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan layak bagi guru dan menjadikannya sebagai norma kelakuan dalam segala situasi sosial di dalam dan di luar sekolah. Ini akan terjadi bila guru menginternalisasi norma-norma itu sehingga menjadi bagian dari pribadinya.
  • Peranan Guru Sehubungan dengan Murid
Peranan guru dalam hubungannya dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi sosial yang dihadapinya, yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar dalam kelas dan dalam situasi informal.
Dalam situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas guru harus sanggup menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya, artinya ia harus mampu mengendalikan, mengatur, dan mengontrol kelakuan anak. Dengan kewibawaan ia menegakkan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar mengajar.
Dalam pendidikan, kewibawaan merupakan syarat mutlak. Bimbingan atau pendidikan hanya mungkin bila ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila pendidik mempunyai kewibawaan. Kewibawaan dan kepatuhan merupakan dua hal yang komplementer untuk menjamin adanya disiplin.
Kewibawaan yang sejati tidak diperoleh dengan penyalahgunaan kekuasaan dengan ancaman akan memberikan angka rendah bila guru merasa ia kurang dihormati. Sekalipun kedudukan sebagai guru telah memberikan kewibawaan formal, namun kewibawaan guru harus lagi didukung dengan kepribadian guru.
Dalam situasi sosial informal guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial, misalnya sewaktu rekreasi, berolah raga, berpiknik, atau lainnya. Murid-murid menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka, sebagai manusia terhadap manusia lainnya, dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya.
Walaupun guru bertindak otoriter dengan menggunakan kewibawaannya, namun ia tidak akan dicap sebagai kejam. Guru dapat bertindak tegas bahkan keras namun dapat menjaga jangan sampai menyinggung perasaan dan harga diri murid. Pada satu pihak guru harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan murid, dapat menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan suasana disiplin demi tercapainya hasil belajar yang baik dan untuk itu ia menjaga adanya jarak sosial dengan murid. Di lain pihak ia harus dapat menunjukkan sikap bersahabat dan dapat bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman dapat menjalankan peranannya menurut situasi situasi sosial yang dihadapinya.
  • Peranan Guru Dalam Masyarakat
Peranan guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru. Kedudukan sosial guru berbeda dari negara ke negara, dari zaman ke zaman. Pada zaman Hindu, misalnya guru menduduki tempat yang sangat terhormat sebagai satu-satunya sumber ilmu. Murid harus datang kepadanya untuk memperoleh ilmu sambil menunjukkan baktinya.
Di negara kita kedudukan guru sebelum Perang Dunia II sangat terhormat karena hanya mereka yang terpilih dapat memasuki lembaga pendidikan guru. Hingga kini citra tentang guru masih tinggi walaupun sering menurut yang dicita-citakan yang tidak selalu sejalan dengan kenyataan.
Pekerjaan guru selalu dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangunan bangsa. Dari guru diharapkan agar ia manusia idealistis, namun guru sendiri tak dapat tiada harus menggunakan pekerjaannya sebagai alat untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Walaupun demikian masyarakat tidak dapat menerima pekerjaan guru semata-mata sebagai mata pencaharian belaka sejajar dengan pekerjaan tukang kayu, atau saudagar. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan negara dan masa depan bangsa. Karena kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan-harapan yang tinggi tentang peranan guru. Harapan-harapan itu tidak dapat diabaikan oleh guru, bahkan dapat menjadi norma yang turut menentukan kelakuan guru.
Guru-guru menerima harapan agar mereka menjadi suri teladan bagi anak didiknya. Untuk itu guru harus mempunyai moral yang tinggi. Walaupun demikian ada kesan bahwa kedudukan guru makin merosot dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang lalu. (S. Nasution, 1995 : 91-96)
C. Konsep Profesionalisasi Guru
Keterampilan dalam pekerjaan profesi sangat didukung oleh teori yang telah dipelajarinya. Jadi seorang profesional dituntut banyak belajar, membaca dan mendalami teori tentang profesi yang digelutinya. Suatu profesi bukanlah suatu yang permanen, ia akan mengalami perubahan dan mengikuti perkembangan kebutuhan manusia, oleh sebab itu penelitian terhadap suatu tugas profesi dianjurkan, di dalam keguruan dikenal dengan penelitian action research. (Martinis Yamin, 2009 : 4)
Suatu pekerjaan profesional memerlukan persyaratan khusus, yakni (1) menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; (2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya; (3) menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai; (4) adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya; (5) memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Moh. Ali, 1985). (Fachrudin Saudagar dan Ali Idrus, 2009 : 13)
Secara konseptual, unjuk kerja guru menurut Depdikbud dan Johson (1980) (dalam Sanusi, 1991 : 36) mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial, dan (c) kemampuan personal (pribadi). Kemampuan ketiga aspek ini dijabar menjadi:
  1. Kemampuan profesional mencakup:
·         Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya itu.
·         Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
·         Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan, dan pembelajaran siswa.
1.      Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawa tugasnya dari guru.
2.      Kemampuan sosial (pribadi) mencakup:
1)      Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.
2)      Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seseorang guru.
3)      Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.
D. Syarat-Syarat Menjadi Guru Profesional
Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan gambang, seperti yang dibayangkan sebagian orang, dengan bermodal penguasaan materi dan menyampaikannya kepada siswa sudah cukup, hal ini belumlah dapat dikategorikan sebagai guru yang memiliki pekerjaan profesional, karena guru yang profesional, mereka harus memiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru, dan lain sebagainya.
Oemar Hamalik dalam bukunya Proses Belajar Mengajar (2001 ; 118), guru profesional harus memiliki persyaratan, yang meliputi :
1)      Memiliki bakat sebagai guru.
2)      Memiliki keahlian sebagai guru.
3)      Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi.
4)      Memiliki mental yang sehat.
5)      Berbadan sehat.
6)      Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas.
7)      Guru adalah manusia berjiwa Pancasila.
8)      Guru adalah seorang warga negara yang baik.
(Martinis Yamin, 2009 5 : 7)
E. Tugas Profesional Guru
Tugas adalah segala aktivitas dan kewajiban yang harus diperformansikan oleh seseorang dalam memainkan peranan tertentu. Tugas guru adalah segala aktivitas dan kewajiban yang harus diperformansikan oleh guru dalam peranannya sebagai guru (pengajar). Tugas guru itu bermacam-macam. Hal ini sangat bergantung dari sudut mana atau perspektif konseptual kita yang mana dalam memandang pengajaran.
Menurut Budiarso (Mintjelungan, 2008) ada lima unjuk kerja guru yang profesional, yaitu: (a) keinginan selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal, (b) meningkatkan  dan memelihara profesi, (c) keinginan selalu mengembangkan profesi dengan meningkatkan pengetahuan dan penguasaan teknologi, (d) mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi, dan (e) kebanggaan terhadap profesi. Mungin (2003)  menyatakan guru dan dosen yang profesional antara lain memiliki ciri-ciri: (a) memiliki kepribadian matang dan berkembang, (b) memiliki keterampilan membangkitkan minat peserta didik, (c) penguasaan pengetahuan dan teknologi yang kuat, dan (d) memiliki sikap profesional yang berkembang secara berkesinambungan.
a. Pengajaran Dalam Perspektif
Dalam pandangan tradisional, mengajar itu tidak lebih daripada sekadar memasukkan isi atau bahan pelajaran kepada murid sedemikian rupa sehingga ia bisa mengeluarkan kembali segala isi dan bahan pelajaran yang telah diterimanya. Proses pengajaran, dalam perspektif ini, hanya meliputi guru atau instruktur, murid, dan buku pelajaran. Dalam perspektif ini, tugas guru hanyalah membaca isi buku pelajaran, dan kemudian menyampaikannya kepada murid, sehingga pada akhir pelajaran muridnya bisa mengetahui segala isi buku pelajaran.
Pandangan baru tentang pengajaran adalah bahwa pengajaran itu adalah merupakan suatu sistem (Dick & Carey 1985). Sistem adalah seperangkat unsur yang tersusun dalam suatu susunan teratur yang saling berhubungan dan bergantung dalam aktivitas-aktivitas menuju tercapainya tujuan \yang telah ditetapkan sebelumnya (Hoy & Miskel 1987, Andrew & Moir 1979, Dick & Carey 1985). Pengajaran merupakan satu sistem berarti pengajaran itu terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang tersusun secara teratur, saling berhubungan dan bergantung menuju tercapainya tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.
b. Tugas Guru dalam Perspektif Baru
Dalam perspektif baru, pengajaran merupakan satu sistem. Konsekuensinya adalah tugas guru di sini tidak seperti dalam perspektif tradisional. Tugas guru dalam perspektif baru tidak hanya sekadar membaca buku-buku pelajaran, dan kemudian menyampaikannya kepada murid-muridnya, melainkan lebih dari itu. Tugas guru sangat kompleks, berhubungan dengan jumlah komponen pengajaran sebagai satu sistem.
Ada lima perangkat tugas seorang guru, yaitu: (1) menyeleksi kurikulum, (2) mendiagnosis kesiapan, (3) merancang program, (4) merencanakan pengelolaan kelas, dan (5) melaksanakan pengajaran di kelas. Lebih lanjut, menurut Synder dan Anderson, keempat tugas pertama ini merupakan tugas merencanakan pengajaran, sedangkan tugas yang kelima merupakan tugas mengajar guru secara nyata di kelas. Oleh sebab itu, sebenarnya tugas-tugas guru dalam perspektif baru bisa dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu merencanakan pengajaran dan mengajar di kelas.
Tugas-tugas guru sebelum mengajar adalah bagaimana merencanakan suatu sistem pengajaran yang baik. Tugas guru pada saat mengajar adalah bagaimana menciptakan suatu sistem pengajaran yang sesuai dengan yang telah direncanakan. Sedangkan tugas-tugas  guru setelah mengajar adalah bagaimana menentukan keberhasilan pengajaran yang telah dilakukannya. Ketiga tugas besar ini saling berhubungan dalam mencapai efektivitas dan efisiensi pengajaran. (Ibrahim Bafadal, 1992 23 : 27)
F. Kompetensi Profesional Guru
Sejalan dengan hakikat dan makna yang terkandung dalam topik tersebut di atas, masalah pokok yang akan disoroti dalam tulisan ini adalah kompetensi-kompetensi profesional apakah yang seharusnya dimiliki oleh guru dan apa implikasinya terhadap program pendidikan guru.
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
a. Pentingnya Kompetensi Guru
Masalah kompetensi profesional guru merupakan salah satu dari kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apa pun. Kompetensi-kompetensi lainnya adalah kompetensi kepribadian dan kompetensi kemasyarakatan. Secara teoritis ketiga jenis kompetensi tersebut dapat dipisah-pisahkan satu sama lain, akan tetapi secara praktis sesungguhnya ketiga jenis kompetensi tersebut tidak mungkin dapat dipisah-pisahkan. Di antara ketiga jenis kompetensi itu saling menjalin secara terpadu dalam diri guru.
b. Kompetensi Guru sebagai Alat Seleksi Penerimaan Guru
Perlu ditentukan secara umum jenis kompetensi apakah yang perlu dipenuhi sebagai syarat agar seseorang dapat diterima menjadi guru. Dengan adanya syarat sebagai kriteria penerimaan calon guru, maka akan terdapat pedoman bagi para administrator dalam memilih mana guru yang diperlukan untuk satu sekolah.
c. Kompetensi Guru Penting dalam Rangka Pembinaan Guru
Jika telah ditentukan jenis kompetensi guru yang diperlukan, maka atas dasar ukuran itu akan dapat diobservasi dan ditentukan guru yang telah memiliki kompetensi penuh dan guru yang masih kurang memadai kompetensinya. Informasi tentang hal ini sangat diperlukan oleh para administrator dalam usaha pembinaan dan pengembangan terhadap para guru.
d. Kompetensi Guru Penting dalam Rangka Penyusunan Kurikulum
Berhasil atau tidaknya pendidikan terletak pada berbagai komponen dalam proses pendidikan guru itu. Secara lebih spesifik, apakah suatu LPTK berhasil mendidik para calon guru akan ditentukan oleh berbagai komponen dalam institusi tersebut. Salah satunya adalah komponen kurikulum. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan guru harus disusun atas dasar kompetensi yang diperlukan oleh setiap guru.
e. Kompetensi Guru Penting dalam Hubungan dengan Kegiatan dan Hasil Belajar Siswa
Proses belajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur, dan isi kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan, dan akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga belajar para siswa berada pada tingkat optimal.
f. Kriteria Profesional
Guru adalah jabatan profesional yang memerlukan berbagai keahlian khusus. Sebagai suatu profesi, maka harus memenuhi kriteria profesional, (hasil lokakarya pembinaan Kurikulum Pendidikan Guru UPI Bandung) sebagai berikut.
a) Fisik
  • Sehat jasmani dan rohani
  • Tidak mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan/cemoohan atau rasa kasihan anak didik.
b) Mental/kepribadian
  • Berkepribadian/berjiwa Pancasila.
  • Mampu menghayati GBHN.
  • Mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa lasih sayang kepada anak didik.
  • Berbudi pekerti yang luhur.
  • Berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal.
  • Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa.
  • Mampu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab yang besar akan tugasnya.
  • Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi.
  • Bersifat terbuka, peka, dan inovatif.
  • Menunjukkan rasa cinta kepada profesinya.
  • Ketaatan akan disiplin.
  • Memiliki sense of humor.
c) Keilmiahan/pengetahuan
  • Memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi.
  • Memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik.
  • Memahami, menguasai, serta mencari ilmu pengetahuan yang akan diajarkan.
  • Memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang yang lain.
  • Senang membaca buku-buku ilmiah.
  • Mampu memecahkan persoalan secara sistematis, terutama yang berhubungan dengan bidang studi.
  • Memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar.
d) Keterampilan
  • Mampu berperan sebagai organisator proses belajar mengajar.
  • Mampu menyusun bahan pelajaran atas dasar pendekatan struktural, interdisipliner, fungsional, behavior, dan teknologi.
  • Mampu menyusun garis besar program pengajaran (GBPP)
  • Mampu memecahkan dan melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan.
  • Mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan.
  • Memahami dan mampu melaksanakan kegiatan dan pendidikan luar sekolah. (Oemar Hamalik, 2003 33 : 38)
G. Uji Kompetensi Guru
Untuk meningkatkan kualitas guru, perlu dilakukan suatu sistem pengujian terhadap kompetensi guru. Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, beberapa daerah telah melakukan uji kompetensi guru, mereka melakukannya terutama untuk mengetahui kemampuan guru di daerahnya, untuk kenaikan pangkat dan jabatan, serta untuk mengangkat kepala sekolah dan wakil kepala sekolah.
Uji kompetensi guru dapat dilakukan secara nasional, regional, maupun lokal. Secara nasional dapat dilakukan oleh pemerintah pusat untuk mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru, dalam kaitannya dengan pembangunan pendidikan secara keseluruhan. Secara regional dapat dilakukan oleh pemerintah provinsi untuk mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru, dalam kaitannya dengan pembangunan pendidikan di provinsi masing-masing. Sedangkan secara lokal dapat dilakukan oleh daerah (kabupaten dan kota) untuk mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru, dalam kaitannya dengan pembangunan pendidikan di daerah dan kota masing-masing.
  1. a. Pentingnya Uji Kompetensi Guru
    1. Sebagai alat untuk mengembangkan standar kemampuan profesional guru.
    2. Merupakan alat seleksi penerimaan guru.
    3. Untuk pengelompokan guru.
    4. Sebagai bahan acuan dalam pengembangan kurikulum.
    5. Merupakan alat pembinaan guru.
    6. Mendorong kegiatan dan hasil belajar.
  2. b. Materi Uji Kompetensi Guru
    1. Kemampuan dasar (kepribadian)
    2. Kemampuan umum (kemampuan mengajar)
    3. Kemampuan khusus (pengembangan keterampilan mengajar)
BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Guru ideal dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, guru yang memahami benar profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridha dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S (salam, sapa, sopan, senyum, dan sabar) dalam kesehariannya.
Kedua, guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman mengatakan, barang siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya ilmu. Namun, bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca, otaknya ibarat mesin pencari “Google” di internet. Bila ada peserta didiknya yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para anak didiknya dengan cepat dan benar. Wawasan guru yang rajin membaca akan terlihat dari cara bicara dan menyampaikan pelajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca adalah dua sisi mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari bacaannya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.
Ketiga, guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat mengatakan bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru, waktu lebih dari uang dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja, termasuk pemiliknya. Guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, tidak akan menorehkan banyak prestasi dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu, guru harus sensitif terhadap waktu. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan kita sebagai manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktunya.
Keempat, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Dia akan merasa sudah cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun, gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya pun dari tahun ke tahun sama, hanya sekadar copy and paste. RPP tinggal menyalin dari kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi tidak kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan.
2.      Daftar Pustaka
Mintjelungan. (2008). Peningkatan mutu pendidikan melalui profesionalisme guru dan dosen.  Makalah disampaikan pada Konvensi Pendidikan Nasional VI. Denpasar, Bali: 17 -19 November 2008.
Majid, Abdul. (2005). Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung:  PT Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Yamin, Martinis. (2009). Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung Persada Press.
Mulyasa, E. (2010). Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung:  PT Remaja Rosdakarya.
Saudagar, Fachrudin, dan Idrus, Ali. (2009). Pengembangan Profesionalitas Guru. Jakarta: Gaung Persada Press.
Asmani, Ma’mur, Jamal. (2011). Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif. Jogjakarta: Diva Press.
Bafadal, Ibrahim. (1992). Supervisi Pengajaran (Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional Guru). Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar. (2003). Pendidikan Guru (Berdasarkan Pendekatan Kompetensi). Jakarta: Bumi Aksara.
Nasution, S. (1995). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar