BAB I
PENDAHULUAN
Pembahasan
mengenai guru selalu menarik, karena ia adalah kunci pendidikan. Artinya, jika
guru sukses, maka kemungkinan besar murid-muridnya akan sukses. Guru adalah
figur inspirator dan
motivator murid dalam mengukir masa depannya. Jika guru mampu menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi anak didiknya, maka hal itu akan menjadi kekuatan anak didik dalam mengejar cita-cita besarnya di masa depan. Ingat kisah sukses Imam Syafi’i? Kesuksesan beliau tidak bisa dilepaskan dari peran guru-gurunya, khususnya Imam Malik. Begitu juga dengan kisah sukses KH. Moh. Hasyim Asy’ari yang tidak lepas dari peran guru-gurunya, khususnya Syekh Kholil , Bangkalan, Madura.
motivator murid dalam mengukir masa depannya. Jika guru mampu menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi anak didiknya, maka hal itu akan menjadi kekuatan anak didik dalam mengejar cita-cita besarnya di masa depan. Ingat kisah sukses Imam Syafi’i? Kesuksesan beliau tidak bisa dilepaskan dari peran guru-gurunya, khususnya Imam Malik. Begitu juga dengan kisah sukses KH. Moh. Hasyim Asy’ari yang tidak lepas dari peran guru-gurunya, khususnya Syekh Kholil , Bangkalan, Madura.
Peran guru
sangat vital bagi pembentukan kepribadian, cita-cita, dan visi misi yang menjadi
impian hidup anak didiknya di masa depan. Di balik kesuksesan murid, selalu ada
guru yang memberikan inspirasi dan motivasi besar pada dirinya sebagai sumber
stamina dan energi untuk selalu belajar dan bergerak mengejar ketertinggalan,
menggapai kemajuan, menorehkan prestasi spektakuler dan prestisius dalam
panggung sejarah kehidupan manusia.
Di sinilah
urgensi melahirkan guru-guru berkualitas, guru-guru yang ideal dan inovatif
yang mampu membangkitkan semangat besar dalam diri anak didik untuk menjadi
aktor perubahan peradaban dunia di era global ini.
Kalau
guru-guru – yang berinteraksi langsung dengan murid – kurang profesional,
kreatif, dan produktif, maka anak didik akan lahir sebagai kader penerus bangsa
yang malas, suka mengeluh, dan pesimis dalam menghadapi masa depan. Tidak ada
etos dan spirit perjuangan yang membara dalam dadanya. Ia lebih suka menikmati
hidup yang hedonis dan konsumtif dari pada capek-capek belajar dan mengejar
cita-cita mulia yang melelahkan dan membutuhkan perjalanan panjang yang
berliku.
Jika
demikian, masa depan bangsa ini akan semacam terancam. Bangsa ini akan menjadi
bangsa kuli di negeri sendiri. Menjadi bangsa yang tidak menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, memiliki skills enterpreneurship rendah,
jiwa kemandirian dan semangat berkompetisi yang tidak terbangun. Kekayaan
sumber daya alam semakin dieksploitasi bangsa asing dengan kompensasi yang
sangat rendah. Kemiskinan, pengangguran, dan ketidakadilan terjadi di
mana-mana. Perlahan, bangsa ini akan semakin mundur dan terbelakang.
Jika bangsa
ini terus terjerembab dengan problem internalnya, terus bertikai dengan kawan
sendiri demi meraih kekuasaan, sedangkan kualitas pendidikan, khususnya para
guru tidak ditingkatkan dengan profesional, maka bangsa ini semakin tertinggal
dengan negara-negara yang dahulunya jauh di bawah kita.
Dalam konteks
ini, munculnya guru-guru yang berkualitas menjadi kebutuhan pokok yang tidak
bisa ditunda-tunda lagi untuk mengubah masa depan bangsa ke arah kemajuan pesat
di segala aspek kehidupan. Gurulah yang diharapkan seluruh elemen bangsa ini
untuk mengubah nasib bangsa besar ini menjadi bangsa yang disegani
bangsa-bangsa lain di dunia, karena prestasi besarnya. Lalu, siapa yang pantas
disebut guru yang berkualitas ini?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Siapa yang Pantas Disebut Guru
- Kriteria Guru
Menurut
Husnul Chotimah (2008), guru, dalam pengertian sederhana adalah orang yang
memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik.
Sementara, masyarakat memandang guru sebagai orang yang melaksanakan pendidikan
di sekolah, masjid, mushala, atau tempat-tempat lain. Semua pihak sependapat
bila guru memegang peranan amat penting dalam mengembangkan sumber daya manusia
melalui pendidikan.
Perkembangan
pesat teknologi informasi saat ini, kiranya menumbuhkan tantangan tersendiri
bagi guru. Mengingat guru sudah bukan lagi satu-satunya sumber informasi hingga
muncul pendapat bahwa pendidikan bisa berlangsung tanpa guru. Hal ini benar
jika pendidikan diartikan sebagai proses memperoleh pengetahuan. Namun, perlu
diingat, pendidikan juga media pendewasaan, maka prosesnya tidak dapat
berlangsung tanpa guru.
Menurut Prof.
Herawati Susilo Msc Ph.D, pakar pendidikan Universitas Negeri Malang, ada enam
kriteria guru masa depan (ideal), yaitu belajar sepanjang hayat, literate
sains dan teknologi, menguasai bahasa Inggris dengan baik, terampil
melaksanakan penelitian tindakan kelas, rajin menghasilkan karya tulis ilmiah,
dan mampu mendidik peserta didik berdasarkan filosofi konstruktivisme dengan
pendekatan kontekstual.
Berdasarkan
penjelasan di atas, menurut Husnul Chotimah (2008), ada beberapa kriteria guru
ideal yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia di abad 21 ini. Pertama,
dapat membagi waktu dengan baik. Dapat membagi waktu antara tugas utama
sebagai guru dan tugas dalam keluarga, serta dalam masyarakat. Kedua, rajin
membaca. Ketiga, banyak menulis. Keempat, gemar melakukan
penelitian. Keempat kriteria tersebut merupakan hal yang diperlukan seorang
guru untuk menjadi guru ideal.
Dari beberapa
pengertian di atas, guru ideal dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, guru
yang memahami benar profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia
adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan
apapun, kecuali ridha dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan
di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali.
Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya.
Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S (salam, sapa, sopan,
senyum, dan sabar) dalam kesehariannya.
Kedua, guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis.
Pengalaman mengatakan, barang siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya ilmu.
Namun, bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang
rajin membaca, otaknya ibarat mesin pencari “Google” di internet. Bila ada
peserta didiknya yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan
menjawab pertanyaan para anak didiknya dengan cepat dan benar. Wawasan guru
yang rajin membaca akan terlihat dari cara bicara dan menyampaikan
pelajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru
malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis.
Menulis dan membaca adalah dua sisi mata uang logam yang tidak dapat
dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, akan terbiasa menulis. Dari membaca
itulah guru mampu membuat kesimpulan dari bacaannya, kemudian kesimpulan itu ia
tuliskan kembali dalam gaya
bahasanya sendiri.
Ketiga, guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang
Barat mengatakan bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru,
waktu lebih dari uang dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat
membunuh siapa saja, termasuk pemiliknya. Guru yang kurang memanfaatkan
waktunya dengan baik, tidak akan menorehkan banyak prestasi dalam hidupnya. Dia
akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu, guru harus sensitif
terhadap waktu. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan
menjadikan kita sebagai manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita
memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu,
kualitas seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktunya.
Keempat, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah
berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Dia akan merasa sudah cukup.
Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari
tahun ke tahun, gaya
mengajarnya itu-itu saja. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya
pun dari tahun ke tahun sama, hanya sekadar copy and paste. RPP
tinggal menyalin dari kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari
guru lainnya. Guru menjadi tidak kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan.
Guru yang
kreatif adalah guru yang selalu bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia sudah
menjadi guru yang baik? Apakah dia sudah mendidik dengan benar? Apakah anak
didiknya mengerti pelajaran yang dia sampaikan? Dia selalu introspeksi dan memperbaiki
diri. Dia selalu merasa kurang dalam proses pembelajarannya. Dia tidak pernah
puas dengan apa yang dia lakukan. Selalu ada inovasi baru yang dia ciptakan
dalam proses pembelajarannya melalui Penelitian |Tindakan Kelas (PTK). Dia
selalu belajar sesuatu yang baru, dan merasa tertarik untuk membenahi cara
mengajarnya.
Terakhir,
guru yang ideal adalah guru yang memiliki lima
kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan
perilakunya sehari-hari, baik ketika mengajar maupun saat hidup di
tengah-tengah masyarakat. Kelima kecerdasan itu adalah kecerdasan intelektual,
kecerdasan moral, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kecerdasan
motorik. Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral,
mengapa? Sebab, kecerdasan intelektual yang tidak diimbangi dengan kecerdasan
moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan
ketimbang proses. Segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai.
Inilah yang terjadi pada masyarakat kita, sehingga kasus korupsi merajalela di
kalangan orang terdidik. Karena itu, kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan
intelektual, sehingga ia mampu berlaku jujur dalam situasi apa pun. Kejujuran
adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.
Selain itu,
kecerdasan sosial juga harus dimiliki oleh guru ideal agar tidak egois. Dia
harus mampu bekerja sama dengan karakter orang lain yang berbeda-beda.
Kecerdasan emosional juga harus ditumbuhkan agar guru tidak gampang marah ,
tersinggung, dan mudah melecehkan orang lain. Sedangkan kecerdasan motorik
diperlukan agar guru mampu melakukan mobilisasi yang tinggi sehingga mampu
bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal.
- Syarat Guru
Menurut Desi
Reminsa (2008), ada beberapa syarat untuk menjadi guru ideal, antara lain memiliki
kemampuan intelektual yang memadai, kemampuan memahami visi dan misi
pendidikan, keahlian mentransfer ilmu pengetahuan atau metodologi pembelajaran,
memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan, kemampuan
mengorganisasi dan mencari problem solving (pemecahan masalah),
kreatif dan memiliki seni dalam mendidik.
Dalam
perspektif agama, syarat menjadi guru yang ideal sebagaimana disampaikan KH.
Moh. Hasyim Asy’ari, ada 20 (dua puluh) macam.
Pertama, selalu istiqamah dalam muraqabah kepada Allah SWT. Muraqabah
adalah melihat Allah SWT dengan mata hati dan menghubungkannya dengan
perbuatan yang dilakukan selama ini, kemudian mengambil hikmah atau jalan yang
terbaik bagi dirinya dengan merasakan adanya pemantauan Allah SWT terhadap
dirinya. Salah satu ciri muraqabah, menurut Dzunnun al-Misry adalah
mengagungkan apa yang diagungkan oleh Tuhan dan merendahkan apa yang
direndahkan oleh Tuhan. Muraqabah merupakan salah satu dari sekian
banyak tingkatan dan langkah dalam tasawuf, selain khauf, raja’, tawadhu’,
khusyuk, zuhud, dan sebagainya.
Kedua, senantiasa berlaku khauf (takut kepada Allah) dalam segala
ucapan dan tindakan. Sebab, guru adalah orang yang dipercaya untuk menjaga
amanat, baik itu berupa ilmu, hikmah, dan perasaan takut kepada Allah. Sedangkan
kebalikan dari hal tersebut disebut khianat.
Ketiga, senantiasa bersikap tenang.
Keempat, senantiasa bersifat wara’. Menurut Ibrahim bin Adham,
wara’ adalah meninggalkan perkara syubhat dan perkara yang tidak bermanfaat.
Kelima, selalu bersikap tawadhuk. Syekh Junaidi menyatakan bahwa tawadhuk
adalah merendahkan diri dan melembutkan diri terhadap makhluk, atau patuh
kepada kebenaran dan tidak berpaling dari hikmah, hukum, dan kebijaksanaan.
Keenam, selalu bersikap khusyuk kepada Allah SWT. Sebagian ulama’ salaf
menyatakan, kewajiban orang-orang yang berilmu adalah selalu merendahkan diri
kepada Allah SWT, baik di tempat sunyi maupun ramai, menjaga dan menghentikan
segala sesuatu yang menyulitkan dirinya sendiri.
Ketujuh, menjadikan Allah SWT sebagai tempat meminta pertolongan dalam segala
keadaan.
Kedelapan,
tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga mencapai
keuntungan duniawi, baik jabatan, harta, popularitas, atau agar lebih maju di
banding temannya yang lain.
Kesembilan,
tidak diskriminatif terhadap murid.
Kesepuluh,
bersikap zuhud dalam urusan dunia sebatas apa yang
ia butuhkan, yang tidak membahayakan dirinya sendiri, keluarga, bersikap
sederhana, dan bersifat qana’ah.
Kesebelas,
menjauhkan diri dari tempat-tempat yang rendah dan
hina menurut manusia, juga hal-hal yang dibenci oleh syari’at maupun adat
setempat misalnya.
Kedua
belas, menjauhkan diri dari tempat-tempat kotor
dan maksiat walaupun jauh dari keramaian. Jangan melakukan sesuatu yang bisa
mengurangi sifat muru’ah (menjaga diri dari perbuatan yang tidak
terpuji).
Ketiga
belas, selalu menjaga syiar-syiar Islam dan
zhahir-zhahir hukum, seperti shalat berjama’ah di masjid, menyebarkan salam, amar
ma’ruf nahyi munkar, serta senantiasa sabar terhadap musibah yang
menimpanya.
Keempat
belas, menegakkan sunnah-sunnah dan menghapus
segala hal yang mengandung unsur bid’ah, menegakkan segala hal yang mengandung
kemaslahatan bagi kaum muslimin dengan jalan yang dibenarkan syariat, dengan
cara yang baik dan lembut, baik menurut adat istiadat maupun watak.
Kelima
belas, membiasakan diri melakukan sunnah yang
bersifat syariat, baik qauliyah atau fi’liyah, seperti
membiasakan diri membaca ayat-ayat Al-Qur’an baik di hati atau di lisan,
berdo’a dan berdzikir baik siang ataupun malam, melakukan shalat, puasa, berhaji
apabila sudah mampu, membaca shalawat kepada Nabi SAW, mencintai, mengagungkan,
dan memuliakannya.
Keenam
belas, bergaul dengan akhlaq yang baik, seperti
menampakkan wajah berseri, banyak mengucapkan dan menyebarluaskan salam,
memberikan makanan, menekan rasa amarah dalam jiwa, tidak menyakiti orang lain,
selalu mensyukuri segala kenikmatan yang di berikan Allah SWT, dan lain-lain.
Ketujuh
belas, membersihkan hati dan tindakan dari akhlak
yang jelek dan dilanjutkan dengan perbuatan yang baik. Termasuk akhlak yang
jelek adalah berprasangka jelek kepada orang lain, iri, dengki, marah bukan
karena Allah, menipu, sombong, riya’, ujub (bangga diri), pamer, bakhil angkuh,
tamak, dan lain sebagainya.
Kedelapan
belas, senantiasa bersemangat untuk mengembangkan
ilmu dan bersungguh-sungguh dalam setiap aktivitas ibadah, seperti membaca,
menelaah, menghafal, sehingga tidak ada waktu yang terbuang kecuali untuk
mencari ilmu dan mengamalkan ilmu.
Kesembilan
belas, tidak boleh membeda-bedakan status, nasab,
dan usia dalam mengambil hikmah dari semua orang. Bahkan, seorang guru harus
selalu mencari faedah di mana pun ia berada.
Kedua
puluh, membiasakan diri untuk menyusun dan
merangkum pengetahuan. Karena, hal itu akan memperdalam keilmuan dan juga
memperbanyak pembahasan dan rujukan.
Dari
keterangan di atas dapat disimpulkan, syarat menjadi seorang guru ideal harus
mempunyai landasan keagamaan yang kokoh dan disiplin, memahami visi misi
pendidikan secara holistik dan integral, mempunyai kemampuan intelektual yang
memadai, menguasai teknik pembelajaran yang kreatif.
- Fungsi dan Tugas Guru
Selain
sebagai aktor utama kesuksesan pendidikan yang dicanangkan, ada beberapa fungsi
dan tugas lain seorang guru, antara lain :
1. Educator (pendidik)
Tugas pertama
guru adalah mendidik murid-murid sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan
kepadanya. Sebagai seorang educator, ilmu adalah syarat utama.
Membaca, menulis, berdiskusi, mengikuti informasi, dan responsif terhadap
masalah kekinian sangat menunjang peningkatan kualitas ilmu guru.
2. Leader (pemimpin)
Guru juga
seorang pemimpin kelas. Karena itu, ia harus bisa menguasai, mengendalikan, dan
mengarahkan kelas menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang berkualitas.
Sebagai seorang pemimpin, guru harus terbuka, demokratis, egaliter, dan
menghindari cara-cara kekerasan.
3. Fasilitator
Sebagai
fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk menemukan dan
mengembangkan bakatnya secara pesat. Menemukan bakat anak didik bukan persoalan
mudah, ia membutuhkan eksperimental maksimal, latihan terus menerus, dan
evaluasi rutin.
Terdapat
sembilan resep yang harus diperhatikan dan diamalkan seorang guru, agar
pembelajaran berhasil membedakan kapasitas intelektual anak didik.
- Kurangi metode ceramah.
- Berikan tugas yang berbeda bagi setiap peserta didik.
- Kelompokkan peserta didik berdasarkan kemampuannya.
- Perkaya bahan dari berbagai sumber aktual dan menarik.
- Hubungi spesialis bila ada peserta didik yang mempunyai kelainan.
- Gunakan prosedur yang bervariasi dalam penilaian.
- Pahami perkembangan peserta didik.
- Kembangkan situasi belajar yang memungkinkan setiap peserta didik bekerja dengan kemampuan masing-masing pada tiap pembelajaran.
- Libatkan peserta didik dalam berbagai kegiatan seoptimal mungkin.
4. Motivator
Sebagai
seorang motivator, seorang guru harus mampu membangkitkan semangat dan mengubur
kelemahan anak didik bagaimanapun latar belakang hidup keluarganya,
bagaimanapun kelam masa lalunya, dan bagaimanapun berat tantangannya. Di bawah
ini, akan diuraikan beberapa prinsip dan motivasi belajar supaya mendapat
perhatian dari pihak perencanaan pengajaran, khususnya dalam rangka
merencanakan kegiatan belajar mengajar.
a. Kebermaknaan
Siswa akan
suka dan termotivasi belajar apabila hal-hal yang dipelajari mengandung makna
tertentu baginya. Agar suatu pelajaran bisa bermakna, seorang guru bisa
mengaitkan pelajarannya dengan pengalaman masa lampau siswa, tujuan-tujuan masa
mendatang, minat serta nilai-nilai yang berarti bagi mereka.
b. Modelling
Siswa akan
suka memperoleh tingkah laku baru bila disaksikan dan ditirunya. Pelajaran akan
lebih mudah dihayati dan diterapkan oleh siswa jika guru mengajarkannya dalam
bentuk tingkah laku model, bukan hanya dengan menceritakannya secara lisan.
Dengan model tingkah laku itu, siswa dapat mengamati dan menirukan apa yang
diinginkan oleh guru.
c. Komunikasi
Terbuka
Siswa lebih
suka belajar bila penyajian terstruktur, supaya pesan-pesan guru terbuka
terhadap pengawasan siswa.
d. Prasyarat
Apa yang
telah dipelajari oleh siswa sebelumnya mungkin merupakan faktor penting yang
menentukan berhasil atau gagalnya siswa belajar. Kesempatan belajar bagi siswa
yang telah memiliki informasi dan keterampilan yang mendasari perilaku yang
baru akan lebih besar. Karena itu, guru hendaknya berusaha mengetahui/mengenali
prasyarat-prasyarat yang telah mereka miliki.
e. Novelty
Siswa lebih
senang belajar bila perhatiannya ditarik oleh penyajian-penyajian yang baru (novelty)
atau masih asing.
f.
Latihan/Praktik yang Aktif dan Bermanfaat
Siswa lebih
senang belajar jika mengambil bagian yang aktif dalam latihan/praktik untuk
mencapai tujuan pengajaran. Praktik secara aktif berarti siswa mengerjakan
sendiri, bukan mendengarkan ceramah dan mencatat pada buku tulis.
g. Latihan
Terbagi
Siswa lebih
senang belajar jika latihan dibagi-bagi menjadi sejumlah kurun waktu yang
pendek. Latihan-latihan secara demikian akan lebih meningkatkan motivasi siswa
belajar dibandingkan dengan latihan yang dilakukan sekaligus dalam jangka waktu
yang panjang.
h. Kurangi
secara Sistematik Paksaan Belajar
Pada waktu
mulai belajar, siswa perlu diberikan paksaan atau pemompaan. Akan tetapi, bagi
siswa yang sudah mulai menguasai pelajaran, ada baiknya jika pemompaan itu
secara sistematik dikurangi, dan akhirnya lambat laun siswa dapat belajar
sendiri.
i. Kondisi yang
Menyenangkan
Siswa lebih
senang melanjutkan belajarnya jika kondisi pengajaran menyenangkan. Untuk
menciptakan kondisi yang menyenangkan, seorang guru dapat melakukan cara-cara
berikut.
- Siapkan tugas-tugas yang menantang selama diselenggarakan latihan.
- Berilah siswa pengetahuan tentang hasil-hasil yang telah dicapai oleh masing-masing siswa.
- Berikan ganjaran yang pantas terhadap usaha-usaha yang dilakukan oleh siswa.
5. Administrator
Sebagai
seorang guru, tugas administrasi sudah melekat dalam dirinya, dari mulai
melamar menjadi guru, kemudian diterima dengan bukti surat
keputusan yayasan, surat
instruksi kepala sekolah, dan lain-lain. Urusan yang ada di lingkup pendidikan
formal biasanya memakai prosedur administrasi yang rapi dan tertib.
6. Evaluator
Sebaik apa
pun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahan yamg perlu dibenahi dan
disempurnakan. Di sinilah pentingnya evaluasi seorang guru. Dalam evaluasi ini,
guru bisa memakai banyak cara, dengan merenungkan sendiri proses pembelajaran
yang diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan, atau dengan cara yang lebih
objektif, meminta pendapat orang lain, misalnya kepala sekolah, guru yang lain,
dan murid-muridnya.
7. Tanggung Jawab Guru
Dalam
melakukan fungsi dan tugas mulianya di atas, seorang guru harus melandasinya
dengan tanggung jawab yang besar dalam dirinya, tanggung jawab yang tidak
didasari oleh kebutuhan finansial belaka, tapi tanggung jawab peradaban yang
besar bagi kemajuan negeri tercinta, Indonesia. Ia juga harus sadar
bahwa kesuksesannya menjadi harga mati bagi lahirnya kader-kader bangsa yang
berkualitas. Oleh karena itu, ia all out harus menekuni profesinya
dengan penuh kesungguhan dan kerja keras. (Jamal Ma’mur Asmani, 2011 : 17-55)
B. Peranan Guru Di sekolah dan
Dalam Masyarakat
- Kedudukan dan Peranan Guru
Peranan guru
di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar
dan pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama ialah kedudukannya sebagai
pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. Berdasarkan kedudukannya sebagai
guru ia harus menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru menurut harapan
masyarakat. Apa yang dituntut dari guru dalam aspek etis, intelektual dan
sosial lebih tinggi daripada yang dituntut dari orang dewasa lainnya. Guru
sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi teladan, di dalam
maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24
jam sehari.
Penyimpangan
dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sorotan dan kecaman yang lebih
tajam. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti
berjudi, mabuk, pelanggaran seks, korupsi atau mengebut, namun kalau guru
melakukannya maka dianggap sangat serius. Guru yang berbuat demikian akan dapat
merusak murid-murid yang dipercayakan kepadanya.
Sebaliknya
harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru.
Guru-guru memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan layak bagi guru
dan menjadikannya sebagai norma kelakuan dalam segala situasi sosial di dalam
dan di luar sekolah. Ini akan terjadi bila guru menginternalisasi norma-norma
itu sehingga menjadi bagian dari pribadinya.
- Peranan Guru Sehubungan dengan Murid
Peranan guru
dalam hubungannya dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi sosial
yang dihadapinya, yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar dalam
kelas dan dalam situasi informal.
Dalam situasi
formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas guru
harus sanggup menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya, artinya ia harus mampu
mengendalikan, mengatur, dan mengontrol kelakuan anak. Dengan kewibawaan ia
menegakkan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar mengajar.
Dalam
pendidikan, kewibawaan merupakan syarat mutlak. Bimbingan atau pendidikan hanya
mungkin bila ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila
pendidik mempunyai kewibawaan. Kewibawaan dan kepatuhan merupakan dua hal yang
komplementer untuk menjamin adanya disiplin.
Kewibawaan
yang sejati tidak diperoleh dengan penyalahgunaan kekuasaan dengan ancaman akan
memberikan angka rendah bila guru merasa ia kurang dihormati. Sekalipun
kedudukan sebagai guru telah memberikan kewibawaan formal, namun kewibawaan
guru harus lagi didukung dengan kepribadian guru.
Dalam situasi
sosial informal guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial,
misalnya sewaktu rekreasi, berolah raga, berpiknik, atau lainnya. Murid-murid
menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian dapat bergaul dengan lebih akrab
dengan mereka, sebagai manusia terhadap manusia lainnya, dapat tertawa dan
bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan
peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya.
Walaupun guru
bertindak otoriter dengan menggunakan kewibawaannya, namun ia tidak akan dicap
sebagai kejam. Guru dapat bertindak tegas bahkan keras namun dapat menjaga
jangan sampai menyinggung perasaan dan harga diri murid. Pada satu pihak guru
harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan murid, dapat menjalankan
kekuasaannya untuk menciptakan suasana disiplin demi tercapainya hasil belajar
yang baik dan untuk itu ia menjaga adanya jarak sosial dengan murid. Di lain
pihak ia harus dapat menunjukkan sikap bersahabat dan dapat bergaul dengan
murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman dapat menjalankan peranannya
menurut situasi situasi sosial yang dihadapinya.
- Peranan Guru Dalam Masyarakat
Peranan guru
dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang
kedudukan guru. Kedudukan sosial guru berbeda dari negara ke negara, dari zaman
ke zaman. Pada zaman Hindu, misalnya guru menduduki tempat yang sangat
terhormat sebagai satu-satunya sumber ilmu. Murid harus datang kepadanya untuk
memperoleh ilmu sambil menunjukkan baktinya.
Di negara
kita kedudukan guru sebelum Perang Dunia II sangat terhormat karena hanya
mereka yang terpilih dapat memasuki lembaga pendidikan guru. Hingga kini citra
tentang guru masih tinggi walaupun sering menurut yang dicita-citakan yang
tidak selalu sejalan dengan kenyataan.
Pekerjaan
guru selalu dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangunan bangsa. Dari
guru diharapkan agar ia manusia idealistis, namun guru sendiri tak dapat tiada
harus menggunakan pekerjaannya sebagai alat untuk mencari nafkah bagi
keluarganya. Walaupun demikian masyarakat tidak dapat menerima pekerjaan guru
semata-mata sebagai mata pencaharian belaka sejajar dengan pekerjaan tukang
kayu, atau saudagar. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan
negara dan masa depan bangsa. Karena kedudukan yang istimewa itu masyarakat
mempunyai harapan-harapan yang tinggi tentang peranan guru. Harapan-harapan itu
tidak dapat diabaikan oleh guru, bahkan dapat menjadi norma yang turut
menentukan kelakuan guru.
Guru-guru
menerima harapan agar mereka menjadi suri teladan bagi anak didiknya. Untuk itu
guru harus mempunyai moral yang tinggi. Walaupun demikian ada kesan bahwa
kedudukan guru makin merosot dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang
lalu. (S. Nasution, 1995 : 91-96)
C. Konsep Profesionalisasi Guru
Keterampilan
dalam pekerjaan profesi sangat didukung oleh teori yang telah dipelajarinya.
Jadi seorang profesional dituntut banyak belajar, membaca dan mendalami teori
tentang profesi yang digelutinya. Suatu profesi bukanlah suatu yang permanen,
ia akan mengalami perubahan dan mengikuti perkembangan kebutuhan manusia, oleh
sebab itu penelitian terhadap suatu tugas profesi dianjurkan, di dalam keguruan
dikenal dengan penelitian action research. (Martinis Yamin, 2009 : 4)
Suatu
pekerjaan profesional memerlukan persyaratan khusus, yakni (1) menuntut adanya
keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; (2)
menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang
profesinya; (3) menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai; (4) adanya
kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya;
(5) memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Moh. Ali,
1985). (Fachrudin Saudagar dan Ali Idrus, 2009 : 13)
Secara
konseptual, unjuk kerja guru menurut Depdikbud dan Johson (1980) (dalam Sanusi,
1991 : 36) mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan
sosial, dan (c) kemampuan personal (pribadi). Kemampuan ketiga aspek ini
dijabar menjadi:
- Kemampuan profesional mencakup:
·
Penguasaan materi pelajaran
yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep
dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya itu.
·
Penguasaan dan penghayatan atas
landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
·
Penguasaan proses-proses
kependidikan, keguruan, dan pembelajaran siswa.
1.
Kemampuan sosial mencakup
kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar
pada waktu membawa tugasnya dari guru.
2.
Kemampuan sosial (pribadi)
mencakup:
1)
Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan
terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.
2)
Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh
seseorang guru.
3)
Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para
siswanya.
D.
Syarat-Syarat Menjadi Guru Profesional
Menjadi seorang guru bukanlah
pekerjaan gambang, seperti yang dibayangkan sebagian orang, dengan bermodal
penguasaan materi dan menyampaikannya kepada siswa sudah cukup, hal ini
belumlah dapat dikategorikan sebagai guru yang memiliki pekerjaan profesional,
karena guru yang profesional, mereka harus memiliki berbagai keterampilan,
kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru, dan lain
sebagainya.
Oemar Hamalik dalam bukunya
Proses Belajar Mengajar (2001 ; 118), guru profesional harus memiliki
persyaratan, yang meliputi :
1)
Memiliki bakat sebagai guru.
2)
Memiliki keahlian sebagai guru.
3)
Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi.
4)
Memiliki mental yang sehat.
5)
Berbadan sehat.
6)
Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas.
7)
Guru adalah manusia berjiwa Pancasila.
8)
Guru adalah seorang warga negara yang baik.
(Martinis Yamin, 2009 5 : 7)
E. Tugas
Profesional Guru
Tugas adalah segala aktivitas
dan kewajiban yang harus diperformansikan oleh seseorang dalam memainkan
peranan tertentu. Tugas guru adalah segala aktivitas dan kewajiban yang harus
diperformansikan oleh guru dalam peranannya sebagai guru (pengajar). Tugas guru
itu bermacam-macam. Hal ini sangat bergantung dari sudut mana atau perspektif
konseptual kita yang mana dalam memandang pengajaran.
Menurut Budiarso (Mintjelungan,
2008) ada lima unjuk kerja guru yang profesional, yaitu: (a) keinginan selalu
menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal, (b) meningkatkan dan
memelihara profesi, (c) keinginan selalu mengembangkan profesi dengan
meningkatkan pengetahuan dan penguasaan teknologi, (d) mengejar kualitas dan
cita-cita dalam profesi, dan (e) kebanggaan terhadap profesi. Mungin
(2003) menyatakan guru dan dosen yang profesional antara lain memiliki
ciri-ciri: (a) memiliki kepribadian matang dan berkembang, (b) memiliki
keterampilan membangkitkan minat peserta didik, (c) penguasaan pengetahuan dan
teknologi yang kuat, dan (d) memiliki sikap profesional yang berkembang secara
berkesinambungan.
a. Pengajaran Dalam
Perspektif
Dalam pandangan tradisional,
mengajar itu tidak lebih daripada sekadar memasukkan isi atau bahan pelajaran
kepada murid sedemikian rupa sehingga ia bisa mengeluarkan kembali segala isi
dan bahan pelajaran yang telah diterimanya. Proses pengajaran, dalam perspektif
ini, hanya meliputi guru atau instruktur, murid, dan buku pelajaran. Dalam
perspektif ini, tugas guru hanyalah membaca isi buku pelajaran, dan kemudian
menyampaikannya kepada murid, sehingga pada akhir pelajaran muridnya bisa
mengetahui segala isi buku pelajaran.
Pandangan baru tentang
pengajaran adalah bahwa pengajaran itu adalah merupakan suatu sistem (Dick
& Carey 1985). Sistem adalah seperangkat unsur yang tersusun dalam suatu
susunan teratur yang saling berhubungan dan bergantung dalam
aktivitas-aktivitas menuju tercapainya tujuan \yang telah ditetapkan sebelumnya
(Hoy & Miskel 1987, Andrew & Moir 1979, Dick & Carey 1985). Pengajaran
merupakan satu sistem berarti pengajaran itu terdiri dari sejumlah unsur atau
komponen yang tersusun secara teratur, saling berhubungan dan bergantung menuju
tercapainya tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.
b. Tugas Guru dalam
Perspektif Baru
Dalam perspektif baru,
pengajaran merupakan satu sistem. Konsekuensinya adalah tugas guru di sini
tidak seperti dalam perspektif tradisional. Tugas guru dalam perspektif baru
tidak hanya sekadar membaca buku-buku pelajaran, dan kemudian menyampaikannya
kepada murid-muridnya, melainkan lebih dari itu. Tugas guru sangat kompleks,
berhubungan dengan jumlah komponen pengajaran sebagai satu sistem.
Ada lima
perangkat tugas seorang guru, yaitu: (1) menyeleksi kurikulum, (2) mendiagnosis
kesiapan, (3) merancang program, (4) merencanakan pengelolaan kelas, dan (5)
melaksanakan pengajaran di kelas. Lebih lanjut, menurut Synder dan Anderson, keempat tugas
pertama ini merupakan tugas merencanakan pengajaran, sedangkan tugas yang
kelima merupakan tugas mengajar guru secara nyata di kelas. Oleh sebab itu,
sebenarnya tugas-tugas guru dalam perspektif baru bisa dikelompokkan ke dalam
dua kelompok besar, yaitu merencanakan pengajaran dan mengajar di kelas.
Tugas-tugas guru sebelum
mengajar adalah bagaimana merencanakan suatu sistem pengajaran yang baik. Tugas
guru pada saat mengajar adalah bagaimana menciptakan suatu sistem pengajaran
yang sesuai dengan yang telah direncanakan. Sedangkan tugas-tugas guru
setelah mengajar adalah bagaimana menentukan keberhasilan pengajaran yang telah
dilakukannya. Ketiga tugas besar ini saling berhubungan dalam mencapai
efektivitas dan efisiensi pengajaran. (Ibrahim Bafadal, 1992 23 : 27)
F. Kompetensi
Profesional Guru
Sejalan dengan hakikat dan makna
yang terkandung dalam topik tersebut di atas, masalah pokok yang akan disoroti
dalam tulisan ini adalah kompetensi-kompetensi profesional apakah yang
seharusnya dimiliki oleh guru dan apa implikasinya terhadap program pendidikan
guru.
Majid (2005:6) menjelaskan
kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam
mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan
dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham
(1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh
baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
Syah (2000:229) mengemukakan
pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1)
mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau
kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Dalam hal
ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang
dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia
dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan
sebaik-baiknya.
a. Pentingnya
Kompetensi Guru
Masalah kompetensi profesional
guru merupakan salah satu dari kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru
dalam jenjang pendidikan apa pun. Kompetensi-kompetensi lainnya adalah
kompetensi kepribadian dan kompetensi kemasyarakatan. Secara teoritis ketiga
jenis kompetensi tersebut dapat dipisah-pisahkan satu sama lain, akan tetapi
secara praktis sesungguhnya ketiga jenis kompetensi tersebut tidak mungkin
dapat dipisah-pisahkan. Di antara ketiga jenis kompetensi itu saling menjalin
secara terpadu dalam diri guru.
b. Kompetensi Guru
sebagai Alat Seleksi Penerimaan Guru
Perlu ditentukan secara umum
jenis kompetensi apakah yang perlu dipenuhi sebagai syarat agar seseorang dapat
diterima menjadi guru. Dengan adanya syarat sebagai kriteria penerimaan calon
guru, maka akan terdapat pedoman bagi para administrator dalam memilih mana
guru yang diperlukan untuk satu sekolah.
c. Kompetensi Guru
Penting dalam Rangka Pembinaan Guru
Jika telah ditentukan jenis
kompetensi guru yang diperlukan, maka atas dasar ukuran itu akan dapat
diobservasi dan ditentukan guru yang telah memiliki kompetensi penuh dan guru
yang masih kurang memadai kompetensinya. Informasi tentang hal ini sangat diperlukan
oleh para administrator dalam usaha pembinaan dan pengembangan terhadap para
guru.
d. Kompetensi Guru
Penting dalam Rangka Penyusunan Kurikulum
Berhasil atau tidaknya
pendidikan terletak pada berbagai komponen dalam proses pendidikan guru itu.
Secara lebih spesifik, apakah suatu LPTK berhasil mendidik para calon guru akan
ditentukan oleh berbagai komponen dalam institusi tersebut. Salah satunya
adalah komponen kurikulum. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan guru harus
disusun atas dasar kompetensi yang diperlukan oleh setiap guru.
e. Kompetensi Guru
Penting dalam Hubungan dengan Kegiatan dan Hasil Belajar Siswa
Proses belajar dan hasil belajar
para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur, dan isi
kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang
mengajar dan membimbing mereka. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan
lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan, dan akan lebih mampu mengelola
kelasnya, sehingga belajar para siswa berada pada tingkat optimal.
f. Kriteria
Profesional
Guru adalah jabatan profesional
yang memerlukan berbagai keahlian khusus. Sebagai suatu profesi, maka harus
memenuhi kriteria profesional, (hasil lokakarya pembinaan Kurikulum Pendidikan
Guru UPI Bandung) sebagai berikut.
a) Fisik
- Sehat jasmani dan rohani
- Tidak mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan/cemoohan atau rasa kasihan anak didik.
b) Mental/kepribadian
- Berkepribadian/berjiwa Pancasila.
- Mampu menghayati GBHN.
- Mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa lasih sayang kepada anak didik.
- Berbudi pekerti yang luhur.
- Berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal.
- Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa.
- Mampu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab yang besar akan tugasnya.
- Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi.
- Bersifat terbuka, peka, dan inovatif.
- Menunjukkan rasa cinta kepada profesinya.
- Ketaatan akan disiplin.
- Memiliki sense of humor.
c) Keilmiahan/pengetahuan
- Memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi.
- Memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik.
- Memahami, menguasai, serta mencari ilmu pengetahuan yang akan diajarkan.
- Memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang yang lain.
- Senang membaca buku-buku ilmiah.
- Mampu memecahkan persoalan secara sistematis, terutama yang berhubungan dengan bidang studi.
- Memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar.
d) Keterampilan
- Mampu berperan sebagai organisator proses belajar mengajar.
- Mampu menyusun bahan pelajaran atas dasar pendekatan struktural, interdisipliner, fungsional, behavior, dan teknologi.
- Mampu menyusun garis besar program pengajaran (GBPP)
- Mampu memecahkan dan melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan.
- Mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan.
- Memahami dan mampu melaksanakan kegiatan dan pendidikan luar sekolah. (Oemar Hamalik, 2003 33 : 38)
G. Uji
Kompetensi Guru
Untuk meningkatkan kualitas
guru, perlu dilakukan suatu sistem pengujian terhadap kompetensi guru. Sejalan
dengan kebijakan otonomi daerah, beberapa daerah telah melakukan uji kompetensi
guru, mereka melakukannya terutama untuk mengetahui kemampuan guru di
daerahnya, untuk kenaikan pangkat dan jabatan, serta untuk mengangkat kepala
sekolah dan wakil kepala sekolah.
Uji kompetensi guru dapat
dilakukan secara nasional, regional, maupun lokal. Secara nasional dapat
dilakukan oleh pemerintah pusat untuk mengetahui kualitas dan standar
kompetensi guru, dalam kaitannya dengan pembangunan pendidikan secara
keseluruhan. Secara regional dapat dilakukan oleh pemerintah provinsi untuk
mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru, dalam kaitannya dengan
pembangunan pendidikan di provinsi masing-masing. Sedangkan secara lokal dapat
dilakukan oleh daerah (kabupaten dan kota) untuk
mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru, dalam kaitannya dengan
pembangunan pendidikan di daerah dan kota
masing-masing.
- a. Pentingnya Uji Kompetensi Guru
- Sebagai alat untuk mengembangkan standar kemampuan profesional guru.
- Merupakan alat seleksi penerimaan guru.
- Untuk pengelompokan guru.
- Sebagai bahan acuan dalam pengembangan kurikulum.
- Merupakan alat pembinaan guru.
- Mendorong kegiatan dan hasil belajar.
- b. Materi Uji Kompetensi Guru
- Kemampuan dasar (kepribadian)
- Kemampuan umum (kemampuan mengajar)
- Kemampuan khusus (pengembangan keterampilan mengajar)
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Guru ideal dapat dijelaskan
sebagai berikut.
Pertama, guru yang memahami benar profesinya. Profesi guru adalah profesi
yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak
mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridha dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah
hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya
memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan
oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S
(salam, sapa, sopan, senyum, dan sabar) dalam kesehariannya.
Kedua, guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis.
Pengalaman mengatakan, barang siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya ilmu.
Namun, bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang
rajin membaca, otaknya ibarat mesin pencari “Google” di internet. Bila ada
peserta didiknya yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan
menjawab pertanyaan para anak didiknya dengan cepat dan benar. Wawasan guru
yang rajin membaca akan terlihat dari cara bicara dan menyampaikan
pelajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru
malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis.
Menulis dan membaca adalah dua sisi mata uang logam yang tidak dapat
dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, akan terbiasa menulis. Dari membaca
itulah guru mampu membuat kesimpulan dari bacaannya, kemudian kesimpulan itu ia
tuliskan kembali dalam gaya
bahasanya sendiri.
Ketiga, guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang
Barat mengatakan bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru,
waktu lebih dari uang dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat
membunuh siapa saja, termasuk pemiliknya. Guru yang kurang memanfaatkan
waktunya dengan baik, tidak akan menorehkan banyak prestasi dalam hidupnya. Dia
akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu, guru harus sensitif
terhadap waktu. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan
menjadikan kita sebagai manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita
memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu,
kualitas seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktunya.
Keempat, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah
berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Dia akan merasa sudah cukup.
Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari
tahun ke tahun, gaya
mengajarnya itu-itu saja. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya
pun dari tahun ke tahun sama, hanya sekadar copy and paste. RPP
tinggal menyalin dari kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari
guru lainnya. Guru menjadi tidak kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan.
2.
Daftar Pustaka
Mintjelungan. (2008). Peningkatan
mutu pendidikan melalui profesionalisme guru dan dosen. Makalah
disampaikan pada Konvensi Pendidikan Nasional VI. Denpasar, Bali:
17 -19 November 2008.
Majid, Abdul. (2005). Perencanaan
Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. (2000). Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Yamin, Martinis. (2009). Profesionalisasi
Guru & Implementasi KTSP. Jakarta:
Gaung Persada Press.
Mulyasa, E. (2010). Menjadi
Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Saudagar, Fachrudin, dan Idrus,
Ali. (2009). Pengembangan Profesionalitas Guru. Jakarta: Gaung Persada Press.
Asmani, Ma’mur, Jamal. (2011). Tips
Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif. Jogjakarta: Diva Press.
Bafadal, Ibrahim. (1992). Supervisi
Pengajaran (Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional Guru). Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar. (2003). Pendidikan
Guru (Berdasarkan Pendekatan Kompetensi). Jakarta: Bumi Aksara.
Nasution, S. (1995). Sosiologi
Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar